#kankemenagkotasurabaya#

#mankotasurabaya#

#hadirsebagaiinspirasi#

 (Surabaya- MAN Kota Surabaya ) Intoleransi, radikalisme, ekstremisme dan terorisme adalah tantangan lintas zaman yang terus beradaptasi dengan perubahan sosial dan teknologi. Intoleransi bisa berarti sebuah ketidaksanggupan menerima perbedaan, baik dalam bentuk agama, budaya, atau pandangan hidup. Sementara itu radikalisme dan ekstremisme adalah dua bentuk ancaman yang terus berevolusi.

Dulu, kelompok radikal atau ekstrem mengandalkan pendekatan tradisional untuk melancarkan gerakannya.  Kini mereka memanfaatkan teknologi modern untuk menyebarkan ideologi. Begitu juga dengan terorisme, sebagai bentuk tindakan ekstrem, mereka menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman. Mereka menggunakan dunia maya untuk menyebarkan ideologinya. Serangan siber untuk menyebarkan ideologi mereka tersebut, saat ini meningkat tajam. Konten-konten radikal dibuat dalam bentuk yang menarik. Video pendek, meme, atau narasi berbasis cerita yang mengesankan merupakan media mereka beraksi. Di rea digital seperti saat ini,   intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme  sudah menjalar ke seluruh elemen dunia maya. Tentu saja, hal ini sangat berbahaya bagi generasi muda di zaman ini. Gen Z, yang merupakan bagian dari generasi muda, menjadikan teknologi sebagai bagian integral dalam kehidupam sehari hari.  Oleh karena itu, intoleransi, radikalisme, ekstrimisme dan terorisme sudah menjadi ancaman yang tidak terlihat namun sangat berbahaya. Atas dasar itulah,  MAN Kota Surabaya sebagai lembaga pendidikan di bawah naungan Kementrian Agama Kota Surabaya merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan siswa siswanya dari ancaman IRET. Sehingga pada hari ini, pimpinan lembaga pendidikan MAN Kota Surabaya ini, mendatangkan tim dari Mabes Polri Densus 88 RI untuk mengedukasi siswanya.

(Pelajaran bermakna. Kompol DR Dani Teguh WIbowo, SH, MH, memberikan pelajaran bermakna kepada seluruh siswa MAN Kota Surabaya)

Hari ini, Rabu, pada 20 November 2024,  kegiatan sosialisasi pencegahan paham Iret (Intoleran, Radikalisme, Ekstrimisme & Terorisme) dikalangan guru, tenaga kependidikan dan seluruh siswa dilaksanakan di aula MAN Kota Surabaya.  Kegiatan tersebut diikuti oleh seluruh keluarga besar MAN Kota Surabaya yang terdiri atas seluruh siswa, para guru dan karyawan.   Bpk Kompol  DR Dani Teguh Wibowo, SH, MH, yang merupakan utusan dari Mabes Polri hadir sebagai pembicara sekaligus mengedukasi kepada civitas akademik MAN Kota Surabaya.  Sebanyak 1300 orang  siswa-siswi dari kelas X, XI, dan XII mengikuti kegiatan ini.  Sementara itu, ada sekitar 105 orang guru dan karyawan yang juga turut serta aktif mengambil bagian dari kegiatan ini.  Acara dimulai pukul 09.30 wib hingga pukul 12.30 wib. Selain dari Mabes Polri, ada komite madrasah juga hadir. Beliau adalah Bapak Kardi.

Lagu Indonesia Raya sebagai awal pembuka acara, menggaung dengan syahdu dan semangat di seluruh area aula. Acara dibuka oleh Bapak Fathorrahman, kepala MAN Kota Surabaya.

Dalam sambutannya, beliau memberikan pesan kepada anak didiknya. Beliau, Bapak Fathorrahman,  menginginkan mereka, anak didiknya itu, mengikuti acara ini dengan baik.

” Ini adalah sekolah atau madrasah yang pertama mengundang Tim Mabes Polri Densus 88 RI. Tolong gunakan acara ini dengan baik. Dengarkan materi ini dengan baik. Baliau beliau yang hadir kali ini adalah tim dari Mabes Polri. Beliau beliau ini adalah orang-orang yang luar biasa. Olehkarena itu anak anakku, manfaatkan kesempatan ini dengan baik,” kata Bapak Fathorrahman saat memberikan sambutan.

Dalam materi yang disampaikan oleh Bapak Kompol DR Dani SH, MH berisi banyak hal tentang IRET. Awal meteri, menanyangkan sebuah film tentang negara Suriah.  Awalnya, negara Suriah ini  adalah negara yang damai dan makmur. Namun dalam perkembangannya, kini Suriah menjadi negara yang kacau dan penuh kerusuhan.

(Para siswa mendengarkan materi dengan baik)

”Manusia memang berbeda satu sama lain. Semua  tidak bisa disamakan. Pastinya, kita  manusia hidup di Indonesia ini berada dalam beragam budaya, suku, agama, ras, bahasa dan lain-lain. Bangsa Indonesia yang multikultural ini adalah ciptaan Tuhan. Namun perbedaan ini, bisa disatukan dengan konsep negara kesatuan dengan dasar negara Pancasila,” ungkap beliau dalam salah satu statemen sambutannya. 

Beliau juga menerangkan history Pancasila yang dipakai sebagai dasar negara.

” Seperti halnya KH Hasyim Ashari, seorang ulama besar di zaman itu, dalam proses menerima dan menentukan Pancasila sebagaiu dasar negara. Beliau, KH Hasyim Asyari itu melakukan ritual puasa, lalu mengkhatamkan Al Qur an, Sholat Istikarah, sampai akhirnya beliau memutuskan untuk menyetujui Pancasila sebagai dasar negara,” terangnya.

”Betapa Pancasila ini sebagai  dasar negara kita, ternyata sangat berperan dalam mempersatukan bangsa yang berbeda-beda. Karena kita bersatu, kita bisa hidup damai. Kalian bisa bersekolah dengan tenang dan banyak hal yang bisa kita lakukan. Bayangkan, jika sebuah negara itu kacau dan kita terpecah belah maka akan banyak orang lain yang akan memanfaatkan.  Selain itu, akan banyak hak-hak warga negara yang hilang,” lanjutnya.

(Buku Anti IRET, diberikan kepada siswa yang aktif bertanya dan mengikuti materi )

”Kejahatan terorisme tidak bisa dikatakan sama dengan kejahatan lainnya. Terorisme sendiri memiliki karakteristik  tranformasi organisasi, aktivitas, dan transformasi aktor. Penyebaran radikalisme dan terorisme saat ini didoktrin dengan medsos yaitu sebagai filter buble. Sementara itu 90 persen, anak anak Indonesia menggunakan hp. Hp internet ini berbahaya karena di dalam hp ada filter buble. Apabila kita memberikan like kepada hal hal yang berkaitan dengan intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme sama halnya mendukung gerakan mereka,” terangnya.

(Antusias dari peserta yang aktif bertanya)

”Resiko terpapar bisa terjadi kepada siapa saja. Maka, diperlukan kewaspadaan seluruh stakeholder untuk menanggulangi radikalisme dan terorisme. Peranan Bapak dan Ibu guru sangat penting untuk menjaga anak anak dan keluarganya. Karena teror itu bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Pelaku teror tidak melihat apa jabatannya, siapa pelakunya. Bayangkan, seorang polisi saja bisa terpapar,” terangnya.

 ”Memang perlu ada kerja sama komunikasi antara siswa, orangtua dan sekolah. Dan, kalian para siswa ini juga harus bijak menggunakan media sosial,” lanjutnya.

Setelah penyampaian materi, ada  seorang siswa MAN Kota Surabaya kelas X-M, Raden Rangga, yang menjadi duta moderasi beragama tingkat nasional. Ia memberikan sedikit materi tambahan tentang moderasi beragama.  Acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Ada beberapa siswa yang menayakan terkait materi.

(Reden Rangga, siswa kelas X.M MAN Kota Surabaya, sebagai duta moderasi beragama tingkat Asia Tenggara, sedang memberikan sedikit ulasan tentang moderasi beragama)

Ustadzah Rosydah berkata, “Melalui sosialisasi ini diharapkan agar siswa-siswi madrasah, khususnya MAN Kota Surabaya mampu memberikan pemahaman untuk tidak terlalu fanatik terhadap seseorang yang menyebarkan hal tidak baik. Dalam hal ini mereka mampu mengajak dalam kebaikan, sehingga menjadi amal jariyah bagi para siswa-siswi MAN Kota Surabaya”.

(Antusias dari peserta yang aktif bertanya)

Kegiatan ini merupakan upaya menumbuhkan kecerdasan digital, kesadaran sosial, dan potensi inovasi para siswa MAN Kota Surabaya. Mereka merupakan generasi penerus di masa depan. Harapan ke depan, para siswa ini, nantinya akan menjadi generasi yang paling siap untuk menghadapi dan mengatasi tantangan ini (IRET). Semoga, di masa depan mereka, para siswa siswi MAN Kota Surabaya ini, akan menjadi bagian generasi emas yang mampu membangun dunia yang lebih toleran dan damai.

Reporter Adinda, Maritza, Suci

Editor Wiji Laelatul Jum ah ( Humas MAN Kota Surabaya, pembina ekstrakurikuler jurnalistik MAN Kota Surabaya).

#KementrianSemuaAgama#

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *